Review Bad Buddy Series
Series Bad Buddy memang sudah berakhir berminggu-minggu yang lalu. Tapi euforia mereka masih membekas di benak saya. Bahkan jika melihat gambar scene-scene mereka, saya bisa senyum-senyum sendiri. Gilak. Ada dua pemeran utama dalam series Bad Buddy yang sukses mencuri perhatian saya, Pran (Nanon Korapat) dan Pat (Ohm Pawat).
Dilihat dari segi cerita, sebenarnya premis benci jadi cinta sudah terlalu sering diangkat. Tapi entah kenapa Bad Buddy ini terasa menarik. Keluarga Pran dan Pat sudah musuhan sejak awal. Diprakarsai bapaknya Pat dan Ibundanya Pran. Oh ya, disclaimer sejak awal, bila review ini sudah banyak spoiler ya. Mohon ditonton dulu kalau nggak mau teracuni spoiler.
Aroma permusuhan ini diturunkan ke anak-anak mereka. Pat dan Prat nggak boleh temenan, nggak boleh akrab. Kalau ketahuan, salah satu perlu menyingkir. Tapi ya, musuhan kok nggak mau pindah rumah. Lalu anak mereka selalu satu sekolah dan universitas. Aneh tapi ya sutralah.
Pat dan Pran mengikuti aturan itu. Mereka musuhan dan bersaing. Nggak boleh kalah satu sama lain. Hadiah valentine harus lebih banyak, ranking sekolah harus paling tinggi, jurusan harus paling keren, ekstrakulikuler paling bergengsi.
Tapi hukum tidak tertulis mengatakan, semakin kamu benci bukannya makin cinta. Bukan begitu?
Tumbuhlah benih-benih cinta antara musuh bebuyutan ini. Meski sempat denial, mereka akhirnya bersama dan berdua punya misi menghentikan permusuhan dua keluarga. Apa bisa?
Episode awal dimulai perkelahian dua fakultas, teknik dan arsitektur. Pat memimpin fakultas teknik. Sedangkan fakultas arsitektur saat itu kedodoran. Wai mulai dikeroyok anak teknik. Ketua fakultas arsitektur, Pran yang sedang mendesain di kelas, dipanggil. Pran segera menyelesaikan tugasnya yaitu menyelamatkan Wai dari tendangan Pat. Sayangnya saat itu, satpam dan dosen keburu datang. Tawuran berakhir di sana tapi belum selesai. Ingat selain Pran dan Pat, permusuhan mereka dilanjutkan Wai dan Korn.
Kedua kubu menyusun siasat. Meski teknik dan arsitektur bermusuhan, dalam hati Pat, dia berjanji pada adiknya, Pa untuk tidak berkelahi dengan Pran. Jadinya, kalau ada tawuran, Pat selalu menyerang orang lain. Padahal jika di sana ada Pran, maka Pat yang selalu jadi sasaran. Btw, Pat adalah ketua fakultas teknik.
Bisa dikatakan, Pa adalah malaikat kecil. Dia sangat membantu Pat untuk nggak gegabah menyerang Pran. Soalnya waktu kecil, Pran pernah menyelamatkan Pa yang tenggelam di sungai. Pa juga anggota keluarga yang netral dan tidak memusuhi tetangganya.
Tampilan Pa sebelum masuk kuliah biasa-biasa saja. Tapi pas masuk kuliah, jadi beda. Makin cantik dan banyak menarik perhatian senior. Termasuk temannya Pran, Wai.
Pa membantu menegaskan perasaan Pat. Apakah doski naksir Ink, teman sekelas SMA yang juga se-universitas atau Pran? Ternyata teknik-sadar-perasaan ini nggak mempan buat Ink. Inilah awal Pat menyadari bahwa selama ini dia punya rasa sama Pran.
Di balkon, saat Pat nggak terima lagu yang Pran cipta bersamanya dinyanyikan dengan orang lain, dia mengutarakan perasaannya.
“Betul sekali. Teman macam apa yang orangtuanya saling membenci seperti ini? Teman macam apa yang meskipun tinggal bersebelahan tapi tidak bisa ngobrol sedikitpun. Teman macam apa yang harus bersaing satu sama lain dalam segala hal. Kamu tahu apa. Saat kamu pergi, hidupku sangat amat senang. Aku tidak perlu bersaing denganmu. Aku tidak perlu paranoid. Aku tidak perlu tahu berapa IPK-mu. Aku tidak perlu tau olahraga apa yang kamu ikuti. Tapi kamu tahu apa? Aku sangat amat kesepian. Apa yang kita berdua miliki sekarang, kita harus menyebutnya apa? Jika kita berdua bukan musuh, apakah menurutmu kita bisa berteman?”
“Kenapa? Kamu mau berteman denganku?” tanya Pran.
“Tidak.” Lalu mereka berciuman.
Keberhasilan series Bad Buddy sepenuhnya berasal dari chemistry Pran dan Pat. Keduanya memang sudah berteman lama. Tatapan mereka, gesture dan celetukan tidak terasa dibuat-buat. Manis tapi nggak cheesy. Meski di salah satu wawancara, Ohm merasa dia menjadi diri sendiri ketika memerankan Pat.
Pat adalah karakter yang gegabah, pokoknya hajar dulu, gampang keringatan dan males mandi. Jadinya bau. Berbeda dengan Pran. Dia anak yang manis dan mudah disukai. Wangi dan suka kerapian.
Pran dan Pat adalah dua pribadi yang berbeda tapi saling melengkapi. Meski Pran peka, tapi kalau disadari yang sering berterus-terang dan kata-katanya qouteable adalah Pat.
Seperti di episode 11. Saat mereka minggat, karena ketahuan punya hubungan. Pran kangen rumah dan nggak merasa itu minggat bakal lama, tapi berbeda sama Pat.
Pat bilang, “terima kasih ya.”
“Terima kasih untuk apa?” tanya Pran.
“Karena sudah mencoba membuat orang konyol sepertiku ini bahagia.” jawab Pat. “Aku tau cepat atau lambat bagaimanapun kita harus pulang. Aku tahu itu dengan baik. Aku hanya ingin tinggal selama yang kita bisa. Bersama denganmu. Untuk setidaknya satu hari lagi.”
“Apa yang kamu bicarakan? Berpakaianlah. Barnya akan segera buka.”
“Mana ada yang bekerja di bulan madu mereka. Cukup dengan kamu tidak pernah meninggalkanku. Kamu berjuang bersamaku. Itu saja sudah cukup membuatku merasa sangat bahagia.”
Ini scene lumayan bikin klepek-klepek.
Ada banyak hal yang membekas di series ini. Lagu-lagu yang dibawakan Nanon maupun gimmick yang dipakai Pran dan Pat.
Siapa yang tidak rindu dengan emotikon senyum maupun sedih di kamar Pran. Atau boneka Nong Nao. Jam tangan casio yang dipakai Pran maupun t-shirt Friend Unfriend punya Pran yang sering dipakai Pat.
Tepuk tangan juga buat bapak sutradara yang teliti membuat skrip sehingga relate dan tidak menggurui. Backaof Noppharnack Chaiwimol alias P’Aof pun menyisipkan pesan moral seperti jangan buang sampah sembarangan dan hindari penggunaan plastik terlalu berlebihan.
Sama seperti Stan Lee, P’Aof juga sering muncul di series yang dibuat. Hayo, pak sutradara muncul di episode berapa.